Dar Der Dor PPN 12%
Perubahan memang melelahkan, tapi kalau tidak berubah kita akan tertinggal.
Lagu berjudul Dar Der Dor tengah viral di masyarakat. Mereka senang dengan kehadiran lagu itu. Seolah menjadi hiburan gratis pada akhir tahun. Namun, nuansa bahagia itu tiba-tiba berubah saat isu PPN 12% mencuat. Kita ketahui bahwa PPN 12% mulai berlaku 1 Januari 2025. Aturan ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan pada 7 Oktober 2021. Pada akhir 2024, penolakan terhadap kenaikan PPN berhembus kencang. Beberapa kali menjadi trending topic di media cetak maupun media online. Kanal internal seperti Pamorku beberapa kali melaporkan pemberitaan PPN menjadi bahasan utama. Netizen Indonesia juga ramai membahas PPN 12% di kanal X.
Sebagai garda depan penerimaan pajak, kami selaku Account Representative selalu menjadi jujukan wajib pajak terkait aturan terbaru perpajakan. Baik melalui telepon, chat, maupun datang langsung. Semakin cepat mendapat informasi dan meluruskan simpang siur, maka semakin cepat wajib pajak mempersiapkan dan memitigasi risiko atas dampak aturan terhadap usahanya.
Sebelum tanggal 31 Desember 2024, setiap wajib pajak yang bertanya kepada saya, saya menjawab dengan jawaban diplomatis. Mentok-mentok, saya jawab, "Sejauh ini belum ada informasi Pak/Bu. Masih sesuai dengan UU HPP yang berlaku. Belum ada perubahan."
Sampai pada 31 Desember 2024, melalui kanal Instagram, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah. Perubahan sangat cepat ini menjadi kabar gembira bagi sebagian orang, tetapi juga menjadi kabar yang melelahkan bagi staf pajak/keuangan perusahaan maupun fiskus di garda terdepan.
Banyak telepon dan chat masuk menanyakan hal tersebut. Sebagai fiskus, tentu harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi ke publik. Sebelum ada dasar, kami tidak dapat menyatakan ya atau tidak. Terkadang berujung saling ngudo roso, baik sesama fiskus maupun wajib pajak dengan fiskus. Saling menguatkan untuk menerima perubahan yang sangat cepat dan tentu saja berpengaruh pada sistem mereka.
Pada 1 Januari 2025, Instagram Direktorat Jenderal Pajak mengunggah tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku 1 Januari 2025. Ketentuan ini mengatur tentang PPN 11% dan 12%. Unggahan tersebut mendapatkan like 14,9 ribu, 1.341 komentar, dan 5.278 dibagikan. Dari ribuan komentar itu, ada salah satu komentar netizen yang bisa menjadikan bahan refleksi kita bersama, yaitu kalimat berikut.
Eehhheeemmmm…Pak atau Bu, memang kami hanya segelintir rakyat Indonesia yang bekerja di perusahaan dengan jumlah transaksi lebih dari seribu faktur perhari, pikirin ini juga dong nashi bagian pajak, finance, acct, dan IT, kami butuh waktu meeting, setting, dan testing. Belum lagi coretax, belum closing tahunan. Bikin aturan yang simple bisa ga Pak atau Bu..Makasih loohhh… Terus ya.. kenapa gitu 31 Desember bangettttttttttt…wopyyy laahhh gemesh pengen komen
Komentar yang mendapatkan like 880 dan komentar 33 ini tentu mewakili banyak pihak. Tidak hanya wajib pajak, tetapi fiskus yang harus berjibaku dengan tugas masing-masing. Para pengambil keputusan, bagian P2Humas, bagian peraturan, bagian TIK, bagian Coretax, KLIP, AR, dan semua fiskus yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Seperti kalimat dalam kolom balas.
Wajib pajak dan petugas pajak punya kekesalan yang sama
Ternyata PPN 12% yang tetap menjadi 11% untuk jenis tertentu tak kalah dar der dor dengan lagu yang sedang viral di Indonesia. Mari kita ambil hikmah dari rentetan perubahan yang sangat cepat ini.
Seperti "Kenapa gitu 31 Desember banget?" Pertanyaan ini juga menjadi diskusi hangat bagi saya dan teman-teman. Tentu saja, kami juga harus bisa melihat dengan kaca mata helikopter. Dinamika politik yang tidak bisa ditebak sebaiknya masuk ke dalam mitigasi risiko sehingga isu-isu yang sudah berhembus santer di media sosial, online, maupun cetak bisa segera diakomodir dan tidak mepet-mepet dalam mengambil keputusan. Agar hal ini sesuai dengan kalimat dalam takarir di Instagram DJP pada 1 Januari 2025.
Sebagai bentuk keberpihakan kepada seluruh masyarakat dengan memperhatikan azas gotong royong dan azas keadilan.
Selain itu, kita bisa lihat bahwa yang “Ya Allah Ya Allah” tidak hanya kita sebagai fiskus. Namun, para pegawai yang bekerja di perusahaan dan terdampak dengan perubahan aturan yang sangat mepet ini juga berteriak. Terlihat dari komentar-komentar di media sosial yang mengeluh tentang waktunya liburan akhir tahun harus masuk untuk mengubah sistemnya. Dan masih banyak lagi. Stres bertumpuk karena perubahan PPN ini bersamaan dengan penggunaan Coretax pertama kali pada 1 Januari 2025. Semua perlu proses dan adaptasi. Pelan-pelan nanti akan terbiasa. Perubahan juga harus mulai kita biasakan di tengah gejolak ini.
Dampak positif lainnya, yaitu bonding saya dan wajib pajak semakin baik karena setiap bertemu wajib pajak, kami saling menguatkan. Mari berubah bersama dan meluruskan niat untuk negeri ini. Perubahan memang melelahkan, tapi kalau tidak berubah kita akan tertinggal. Semoga penerimaan pajak pun benar-benar sampai ke rakyat. Tidak nyangkut ke kantong-kantong yang tidak berhak. Tetap semangat kawan. Sesuai dengan takarir Instagram DJP pada 1Januari 2025.
Mari kita bergotong-royong membayar pajak karena dengan pajak semua dapat manfaatnya.
Komentar
Posting Komentar